Nama nabi Nuh disebutkan sebanyak 43 kali. Kisah mengenai nabi Nuh dan kaumnya dapat disimak dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 80-84, Hud ayat 69-83, Al-Hijr ayat 51-77, Asy- Syu’ara’ ayat 160-175, An-Naml ayat 54-58, Al-Ankabut ayat 28-35, Ash-Shafat ayat 133-138, Adz-Dzariyat ayat 31-37, dan Al-Qamar ayat 33-40.
Hadits Tentang Nabi Nuh Alaihissalam
Keluarga Tsirwah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, berikut hadits tentang Nabi Nuh:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاءُ بِنُوحٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ لَهُ هَلْ بَلَّغْتَ فَيَقُولُ نَعَمْ يَا رَبِّ فَتُسْأَلُ أُمَّتُهُ هَلْ بَلَّغَكُمْ فَيَقُولُونَ مَا جَاءَنَا مِنْ نَذِيرٍ فَيَقُولُ مَنْ شُهُودُكَ فَيَقُولُ مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ فَيُجَاءُ بِكُمْ فَتَشْهَدُونَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا } قَالَ عَدْلًا { لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا } وَعَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَوْنٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Al A’masy, telah menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Abu Sa’id alkhudzri berkata, “Rasulullah bersabda, “Nabi Nuh didatangkan pada hari kiamat lantas ditanya, ‘Sudahkah kamu menyampaikan?’ ia menjawab, ‘Benar ya Rabbi.’ Umatnya kemudian ditanya, ‘Apakah dia memang benar telah menyampaikan kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Belum ada seorang pemberi peringatan kepada kita. Lantas Allah bertanya lagi: ‘Siapa yang menjadi saksimu?’ Nuh menjawab, ‘Muhammad dan umatnya.’ Lantas kalian didatangkan dan kalian bersaksi.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: ‘(Dan demikianlah Kami jadikan kalian umat yang wasath)’ (Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143). Kata Al A’masy, wasath artinya adil ‘(Agar kalian menjadi saksi atas semua manusia dan agar rasul sebagai saksi atas kalian)’ (Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143). Dan dari Ja’far bin Aun, telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Sa’id alkhudzri dari Nabi shalallahu alaihi wasallam dengan ini,” (HR. Bukhori).
Umat Nabi Nuh yang Menyembah Berhala
Nabi Nuh alaihissalam adalah rasul pertama yang diutus Allah dengan risalah ketuhanan kepada kaumnya, ketika mereka berubah menyembah berhala-berhala dan terus menerus dalam kesesatan dan kekafiran.
Al-Qur’an telah menyebutkan nama berhala-berhala yang dulunya disembah oleh kaum Nuh dengan perkataan yang dilontarkan oleh pemuka-pemuka mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah pada Al-Qur’an surah Nuh ayat 23 yang berbunyi:
وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ
Artinya: “Mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhanmu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan Wadd, Suwa‘, Yagus, Ya‘uq, dan Nasr.”
Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr dalam ayat di atas adalah nama orang-orang sholeh dari kaum nabi Nuh, mereka memiliki banyak pengikut yang menjadi teladan. Setelah orang-orang sholeh tersebut meninggal dunia, para pengikutnya yang menjadi panutan berkata, “Andai kita membuat patung-patung mereka, tentu akan membuat kita lebih rindu untuk beribadah kala teringat mereka.”
Mereka akhirnya membuat patung orang-orang sholeh tersebut. Setelah para pengikut tersebut meninggal dunia dan muncul generasi lain, Iblis datang membisikkan pikiran jahat kepada mereka. Mereka pun mulai menyembah patung orang-orang sholeh itu dan melalui perantara patung itu pula, mereka meminta hujan hingga akhirnya, patung orang-orang sholeh itu mereka sembah.
Dakwah Nabi Nuh dan Pembangkangan Kaumnya
Setelah diutus sebagai seorang rasul, nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya untuk beribadah semata-mata kepada Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia melarang kaumnya menyembah berhala, patung atau berbagai bentuk tagut (sesuatu yang disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala). Mereka harus meyakini keesan-Nya dan meyakini bahwa tidak ada satupun tuhan yang patut disembah selain-Nya, sebagaimana umumnya merupakan tugas para nabi dan rasul.
Berbagai macam cara nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya siang dan malam, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dengan memberikan janji menyenangkan (targhib) atau ancaman menakutkan (tarhib). Namun usaha keras tersebut tidak mendapat tanggapan positif dari kaumnya. Sebagian besar kaumnya menolak dakwah nabi Nuh.
Bahkan tidak hanya sampai di situ, mereka juga melecehkan nabi Nuh dan orang-orang yang mengikutinya. Setiap satu generasi berlalu, mereka berpesan kepada generasi berikutnya agar tidak beriman kepada nabi Nuh, mereka harus memerangi dan menentangnya. Ketika anak-anak sudah mulai baligh dan mengerti kata-kata orang tua, mereka sepakat untuk tidak beriman kepada nabi Nuh sepanjang hidup.
Tabiat dan watak mereka enggan untuk beriman dan mengikuti kebenaran. Karena itu nabi Nuh berkata sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Nuh ayat 27 yang berbunyi:
اِنَّكَ اِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوْٓا اِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
Artinya: “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu. Mereka pun hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.”
Begitulah seterusnya. Nabi Nuh tanpa rasa bosan, dengan tekun beliau mendakwahi kaumnya walaupun masa dakwahnya sangat lama. Setelah sekian lama berdakwah dan dengan berbagai macam cara serta ketabahan dan kesabaran menghadapi kaumnya, namun sebagian besar kaumnya tetap saja menolak untuk menerima seruan dan dakwah beliau kecuali hanya beberapa gelintir saja yang menerima dakwahnya.
Puncaknya adalah ketika kaumnya merasa bosan dengan seruan nabi Nuh, lalu mereka meminta nabi Nuh membuktikan kebenarannya berupa sesuatu yang dapat mereka saksikan dengan nyata. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 32 yang berbunyi:
قَالُوْا يٰنُوْحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَاَ كْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ
Artinya: “Mereka berkata, “Wahai Nuh, sungguh engkau telah berbantah dengan kami dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami. Maka, datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”
Doa Nabi Nuh kepada Kaumnya
Setelah putus asa mengharapkan kebaikan dan keberuntungan kaumnya, melihat sama sekali tidak ada kebaikan dalam diri mereka, menyakiti, menentang, dan mendustakannya dengan segala cara, baik dengan tindakan maupun tutur kata, akhirnya nabi Nuh memanjatkan doa. Nabi Nuh berdoa kepada Allah agar tidak membiarkan di atas bumi ini seorang pun dari orang-orang kafir itu, karena jika Allah subhanahu wa ta’ala membiarkan orang-orang kafir itu terus menerus dalam kesesatan mereka.
Maka mereka akan menyesatkan orang lain dari kebenaran dan menyebarkan dosa-dosa mereka kepada anak cucu mereka dengan warisan, maka tidaklah mereka meninggalkan keturunan, kecuali orang-orang yang serupa dengan mereka dalam kekafiran dan perbuatan dosa.
Perintah untuk Membuat Kapal
Sebagai jawaban atas doa nabi Nuh, Allah memerintahkan beliau membuat kapal besar yang tiada bandingannya. Nabi Nuh pun memenuhi perintah Allah. Maka mulailah
Dia membuat kapal. Sebagian ulama salaf berkata bahwa ketika Allah memenuhi doa nabi Nuh, Dia memerintahkannya menanam pohon untuk membuat perahu.
Lalu dia menanamnya dan menunggunya selama 100 tahun. Kemudian setelah itu, ia memotongnya dan membuat perahu selama 100 tahun kemudian. Ada juga yang mengatakan selama 40 tahun.
Ats-Tsauri berkata bahwa kapal yang diperintahkan untuk dibuat panjangnya adalah 80 hasta (ukuran panjang yang kurang lebih setengah meter). Qatadah berkata, panjangnya 300 hasta dan lebarnya 50 hasta. Sedangkan Hasan Basri berkata panjangnya 600 hasta dan lebar 300 hasta. Sedangkan tingginya 30 hasta, terdiri dari tiga tingkat, setiap tingkat tingginya 10 hasta.
Tingkat paling bawah disediakan untuk hewan ternak dan binatang buas. Sedangkan bagian tengah untuk manusia dan bagian atas untuk bangsa unggas. Pintu-pintu terpasang sepanjang kapal dan bagian atasnya diberi penutup untuk menutupi celah pintu dengan rapat. Menyaksikan apa yang diperbuat nabi Nuh, kaumnya mengejekya dan mengingkari kemungkinan terjadinya perkara yang diancamkan kepada mereka.
Banjir Bandang
Nabi Nuh telah menyelesaikan pembuatan kapalnya dan tampak tanda-tanda permulaan siksaan, yaitu memancarnya air dari bumi sebagai wujud janji Allah untuk menurunkan bencana kepada kaum nabi Nuh. Bahkan gejala akan timbulnya banjir raksasa telah tampak dengan memancarnya air dari tempat keluarnya api, yaitu dari tannur (tungku).
Maka Allah memerintahkan nabi Nuh untuk mengumpulkan setiap jenis hewan yang hidup sepasang-sepasang, jantan dan betina juga makanan dan benda-benda lain yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan kehidupan. Dia juga diperintahkan untuk membawa serta orang-orang yang beriman baik keluarga maupun pengikutnya.
Terdapat perbedaan riwayat mengenai jumlah orang yang ikut bersama nabi Nuh. Ibnu Abbas mengatakan bahwa jumlah mereka 80 orang bersama isteri-isteri mereka. Ka’ab Al-Ahbar mengatakan bahwa jumlah mereka adalah 72 orang.
Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah mereka adalah 10 orang. Setelah mereka semua naik ke atas perahu, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan mereka untuk memuji-Nya karena telah menyelamatkan mereka dari kaumnya yang kafir. Nabi Nuh pun menjalankan perintah Allah.
Sementara itu langit mulai menumpahkan hujannya yang sangat deras ke muka bumi. Belum pernah terjadi hujan sederas itu sebelum dan sesudahnya. Sedangkan dari bumi, air memancar dari berbagai penjuru. Bertemunya air dari langit dan dari dalam bumi mengakibatkan banjir besar yang sangat dahsyat dan siap menghancurkan seluruh penjuru negeri.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ketinggian air mencapai 15 hasta dari atas gunung yang paling tinggi di muka bumi. Ada pula yang mengatakan melebih 80 hasta. Menenggelamkan seluruh penjuru bumi dan daratan. Qatadah meriwayatkan bahwa mereka berlayar selama 150 hari.
Dimulai sejak bulan Rajab, lalu berlabuh di gunung Judi selama sebulan, dan baru keluar dari perahu pada hari Asyura bulan Muharam. Perahu nabi Nuh berlayar di tengah gelombang air yang laksana gunung.
Tenggelamnya Putra Nabi Nuh
Nuh teringat akan putranya. Sebagai seorang bapak yang sayang kepada anaknya, Nuh memanggilnya untuk naik ke atas kapal bersama keluarganya yang lain, sedangkan putranya itu tetap dalam kekafiran. Maka nabi Nuh berkata: “Hai anakku, naiklah engkau bersama kami supaya engkau selamat dari kehanyutan dan janganlah engkau masuk ke dalam golongan orang-orang kafir yang mengingkari agama Allah.”
Akan tetapi putranya tidak menjawab seruan Allah dan tetap durhaka dan menduga bahwa apa yang terjadi itu merupakan peristiwa-peristiwa alam biasa dan berharap akan bisa selamat tanpa naik ke atas kapal. Maka ia pun berkata kepada ayahnya: “Aku akan berlindung ke gunung yang tidak bisa dicapai oleh air, sehingga aku tidak tenggelam.”
Ayahnya menjawab: “Tidak ada satu kekuatan pun yang sanggup mencegah tenggelamnya seseorang yang telah ditakdirkan Allah bahwa ia bakal tenggelam sebagai balasan bagi orang-orang kafir.” Putranya tetap menolak dan menyangka bahwa usahanya untuk mencapai puncak gunung bisa menyelamatkannya dari tenggelam, akan tetapi kekuatan air dan tingginya gelombang telah menghanyutkan putra yang sesat dan kafir itu.
Timbul rasa kasihan dalam hati nabi Nuh terhadap putranya, maka ia pun memohon kepada Allah dengan khusyuk agar sudi menyelamatkan putranya. Bukankah sebelumnya Allah telah berjanji akan menyelamatkannya bersama keluarganya? Sedangkan putranya termasuk keluarganya dan Allah selalu menepati janji-Nya dan Dia adalah hakim Yang Maha Adil.
Maka Allah menjawab permohonan nabi Nuh, bahwa putranya yang kafir itu bukanlah termasuk keluarganya yang dijanjikan diselamatkan karena ia tidak beriman dan tetap dalam kekafiran. Nabi Nuh kemudian menyadari kekeliruannya, maka dia segera mohon ampun kepada Allah atas pertanyaan yang dia ajukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Surutnya Banjir
Ketika banjir telah meluluh lantahkan semua penduduk bumi yang menyembah selain Allah, kemudian Allah memerintahkan bumi untuk menyerap kembali airnya dan langit untuk menghentikan hujannya, hingga kemudian air mulai surut dan banjir pun telah usai.
Setelah banjir surut dari muka bumi dan memungkinkan untuk bisa berjalan di atasnya, Allah memerintahkan nabi Nuh untuk turun dari perahu yang sempat berlabuh di gunung Judi dengan keselamatan dan keberkahan yang bersumber dari-Nya.
Kemudian Allah memberikan karunia kepadanya keturunan berupa anak cucu. Oleh karena itu, sekarang ini semua manusia nasabnya bersumber dari ketiga anak nabi Nuh, yaitu: Sam, Ham dan Yafits.
Pelajaran Berharga dari Kisah Nabi Nuh
Pelajaran berharga dari kisah nabi Nuh dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Nabi Nuh adalah contoh utama ketaatan dan kesetiaan kepada Allah. Dia melaksanakan tugas yang diberikan-Nya tanpa ragu-ragu, bahkan ketika tugas itu sulit dan memakan waktu yang lama.
2. Kisah nabi Nuh mengajarkan pentingnya kesabaran dan ketekunan. Ia membangun bahtera selama berabad-abad dan terus berdakwah meskipun dihadapkan dengan tantangan besar.
3. Nabi Nuh adalah seorang da’i (pemberi dakwah) yang gigih. Ia berusaha untuk menyelamatkan kaumnya dari dosa dan kekafiran dengan cara menyampaikan ajaran Allah.
4. Nabi Nuh mempercayai janji Allah bahkan dalam situasi yang tampaknya tidak mungkin. Ia menunjukkan iman yang teguh kepada Allah.
Wallohu ‘Alam