Kisah Nabi Ismail alaihissalaam

Nama nabi Ismail disebut dua belas kali. Kisah nabi Ismail dapat disimak dalam Al-Qur’an surah Ash-shaffat ayat 102-107, Al-Baqarah ayat 127, Al-Baqarah ayat 136, Maryam ayat 54-55, Shad ayat 45-47, Al-Anbiya‘ ayat 85-86, dan An-Nisa’ ayat 163. 

Kelahiran Nabi Ismail 

Keluarga Tsirwah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, Nabi Ismail merupakan anak dari nabi Ibrahim alaihissalam. Nabi Ismail adalah anak dari istri kedua nabi Ibrahim, yaitu Siti Hajar.  sebelumnya istri pertama nabi Ibrahim yaitu Siti Sarah mengizinkan Ibrahim untuk menikahi Hajar karena umurnya hampir seratus tahun tetapi ia belum bisa memberikan Ibrahim keturunan. 

Ternyata kebahagiaan nabi Ibrahim dan Hajar membuat tidak nyaman pikiran Sarah. Teringat akan dirinya yang mandul membuat pilu hati beliau. Nabi Ibrahim menyadari dan memahami situasi ini, Allah pun memerintahkan beliau untuk menempatkan Ismail dan ibunya terpisah dari Sarah. Suatu hari nabi Ibrahim menyuruh bunda Hajar untuk berkemas-kemas, mereka akan mengadakan perjalanan jauh, nabi Ismail yang masih menyusu pada ibunya tentu di bawah pula, mereka melintasi rute yang panjang dan akhirnya sampailah di sebuah tempat yang kini dikenal bernama Makkah. 

Tempat tersebut gersang, tidak ada pohon-pohon dan tempat bernaung, udaranya pun panas yang ada hanyalah hamparan pasir dan bukit-bukit berbatu. Saat itu di Makkah tidak ada serang pun yang tinggal, juga tidak ada sumber mata air. Nabi Ibrahim turun dari kendaraannya kemudian menurunkan istri dan anaknya tanpa berkata apa-apa beberapa saat kemudian beliau beranjak dan pergi meninggalkan keluarganya.

Nabi Ibrahim sebenarnya tidak tega meninggalkan keluarganya di tempat terpencil dan gersang itu, tetapi keyakinan akan kebenaran Allah dan kemurahan Allah menjadikan beliau mematuhi perintah yang sulit ini dengan berlinang air mata beliau berdoa sebelum kembali ke Palestina “Tuhanku aku telah menempatkan keluargaku di tempat gersang ini di dekat rumahmu Ka’bah mudah-mudahan mereka menegakkan sholat dan jadikanlah hati manusia senang kepada mereka dan berikanlah mereka rezeki buah-buahan supaya mereka bersyukur.” 

Awal Mula Sumur Zam-Zam

Hajar kemudian menyusui Ismail dan meminum air yang diberikan nabi Ibrahim. Setelah persediaan air habis, Hajar kehausan, begitu pula anaknya. Hajar kemudian menatap anaknya yang tengah berbaring karena tidak tega melihat anaknya ia pun pergi mencari air. Ia melihat bukit paling dekat di sekitarnya adalah bukit Shafa. Ia kemudian berdiri di puncak bukit Shafa dan melihat ke sana kemari apakah ada seseorang, namun ia tidak melihat siapa pun. 

Ia kemudian turun dari Shafa, setelah tiba di perut lembah, ia melipat pakaian hingga sebatas lengan, kemudian berlari-lari kecil layaknya orang yang sudah keletihan. Setelah melalui lembah tersebut, ia menghampiri bukit Marwah, lalu berdiri di puncaknya, di sana ia melihat apakah ada seseorang, namun ia tidak melihat siapa pun. Hajar melakukan hal itu sebanyak tujuh kali. Ketika ia berada dia atas Marwah, ia mendengar suara.

Kemudian ia mendengarkan lagi dengan seksama. Ia pun berkata, “Setelah aku dengarkan tampaknya di sampingmu (Ismail) ada penolong.” Ternyata penolong itu adalah malaikat. Lalu malaikat itu mengais dengan tumit, atau dengan sayapnya, hingga keluarlah air. Hajar menjaga air tersebut dengan tangannya lalu ia menciduknya dan memasukkannya ke tempat minum, sedangkan air itu terus memancar. 

Kemudian Hajar minum air itu lalu menyusui anaknya. Sang malaikat berkata kepadanya, “Jangan takut disia-siakan,di sini adalah rumah Allah (Baitullah) yang akan dibangun oleh anak ini dengan ayahnya, dan sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang dekat kepada-Nya.” Dahulunya Baitullah adalah bangunan yang tinggi di atas bukit kecil. Kemudian dihempaskan oleh banjir sehingga rusak kanan kirinya.

Hajar terus berada di tempat itu hingga ada rombongan dari suku Jurhum atau salah satu keluarga dari mereka melewati tempat tersebut. Ketika singgah di sekitar tempat tersebut, mereka melihat ada burung terbang mencari air, maka mereka berkata, “Burung itu pasti berputar-putar di atas air, padahal sepengetahuan kami, di lembah ini tidak ada air.” Lalu mereka mengutus seorang atau dua orang utusan. Ternyata mereka mendapatkan air. Utusan itu kembali dan memberitahukan bahwa di sana ada air, lalu mereka mendatangi tempat itu. Hingga akhirnya semuanya tinggal bersama-sama di sana sampai beranak pinak.

Penyembelihan Ismail

Nabi Ismail tumbuh menjadi anak yang tampan santun dan sabar. Suatu ketika nabi Ibrahim mengunjungi keluarganya di Makkah. Setelah beberapa lama tinggal di sana, pada suatu malam beliau bermimpi diperintahkan untuk menyembelih nabi Ismail. Perintah ini merupakan ujian dari Allah untuk kekasih-Nya, perintah untuk menyembelih anak yang amat ia sayangi, yang baru lahir saat Ibrahim menginjak usia tua.

Setelah sebelumnya nabi Ibrahim diperintahkan untuk menempatkan nabi Ismail dan ibunya di sebuah negeri antah berantah tak berpenghuni, di sebuah lembah tanpa suara dan tanpa teman pendamping, tanpa tanaman dan tanpa hewan ternak yang bisa diperah susunya. Namun, nabi Ibrahim tetap menjalankan perintah Allah. Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya di negeri itu dengan percaya dan berserah diri kepada Allah. Allah kemudian memberikan jalan keluar bagi nabi Ismail dan ibunya, memberi keduanya rezeki dari arah yang tidak mereka duga.

Nabi Ibrahim termangu-mangu memikirkan mimpinya, apakah itu wahyu dari Allah atau godaan setan. Dua malam berikutnya mimpi yang sama terulang kembali, maka pada pagi harinya setelah mimpi yang ketiga nabi Ibrahim kemudian mengutarakan perintah itu kepada anaknya nabi Ismail, untuk lebih membuatnya rela dan lebih meringankannya beliau yakin ini perintah Allah yang harus dilaksanakan walaupun terasa sangat berat di hati. Nabi Ibrahim bermusyawarah dengan keluarganya tentang mimpi itu. 

Nabi Ismail sangat memahami bahwa ayahnya adalah nabi Allah mimpi para nabi adalah wahyu ilahi, dengan mantap ia mengatakan kepada ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaffat ayat 102 yang berbunyi:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Bertambah rasa syukur nabi Ibrahim, bertambahlah kecintaan kepada anaknya, bertambah matang pula hati beliau melaksanakan perintah yang sulit itu. Berangkatlah nabi Ibrahim dan nabi Ismail menuju tempat penyembelihan, sepanjang jalan Iblis menggoda mereka agar mengurungkan niat pengorbanan Ismail. 

Sampai di tempat penyembelihan nabi Ibrahim membaringkan nabi Ismail, bersiap mengayunkan golok yang tajam ke leher anaknya. Namun Allah mengganti Ismail dengan seekor domba yang besar itulah yang kemudian disembelih sebagai kurban sedangkan nabi Ismail tidak jadi disembelih. 

Kisah Pernikahan Nabi Ismail

Nabi Ismail mulai tumbuh dewasa dan telah belajar bahasa Arab dari suku Jurhum. Bahkan semangat dan keutamaannya menyaingi mereka. Ketika dia telah beranjak dewasa suku Jurhum kagum dengannya. Karena itu, mereka menikahkannya dengan salah seorang wanita dari kalangan mereka. 

Ibu nabi Ismail meninggal dunia, setelah nabi Ismail menikah datanglah nabi Ibrahim untuk mengetahui nasib keluarga yang ditinggalkan. Namun nabi Ibrahim tidak mendapatkan nabi Ismail. Lalu dia bertanya kepada isterinya. Sang isteri menjawab, “Dia pergi mencari nafkah untuk kami,” kemudian nabi Ibrahim menanyakan kehidupan keluarga mereka. Lalu dengan nada mengeluh dia berkata, “Kami dalam kondisi sempit dan sulit.” Maka Ibrahim berpesan kepadanya, “Jika suamimu datang, sampaikan salam kepadanya, dan katakan hendaknya dia mengganti daun pintu rumahnya.”

Ketika nabi Ismail datang seakan-akan dia menangkap sesuatu, lalu dia berkata, “Adakah seseorang yang datang kepadamu?” Dia berkata, “Ya, ia memintaku untuk menyampaikan salam padamu dan menyuruhmu untuk mengubah ambang pintu rumah.” Ismail kemudian berkata, “Dia itu ayahku, dan beliau menyuruhku untuk menceraikanmu. Pulanglah ke keluargamu.” Ismail menceraikan istrinya lalu menikah dengan wanita lain.

Selang berapa waktu, Ibrahim tidak kunjung datang. Namun saat datang, nabi Ibrahim tidak bertemu nabi Ismail. Nabi Ibrahim masuk menemui istri Ismail lalu menanyakan Ismail padanya. Istrinya menjawab, “la sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Setelah itu nabi Ibrahim bertanya, “Bagaimana kondisi kalian?” Maksudnya tentang kehidupan dan kondisi mereka. Istrinya menjawab, “Kami baik-baik saja dan kehidupan kami lapang,” ia memuji Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Ibrahim bertanya, “Apa makanan kalian?” Istri Ismail menjawab, “Daging.”

Nabi Ibrahim bertanya kembali, “Apa minuman kalian?” “Air,” jawabnya.  Nabi Ibrahim kemudian berdoa, “Ya Allah! Berkahilah daging dan air mereka.” NabiIbrahim kemudian berkata, “Setelah suamimu pulang nanti, sampaikan salam padanya, dan perintahkan dia agar memperkuat ambang pintu rumah.” 

Setelah nabi Ismail pulang, ia bertanya, “Apa tadi ada tamu yang datang?” Istrinya menjawab, “Ya, tadi ada orang tua datang, penampilannya bagus,” istrinya memuji  nabi Ibrahim. “Ia menanyakanmu padaku, aku pun memberitahukan padanya. Setelah itu ia bertanya kepadaku tentang kehidupan kami. Aku sampaikan kepadanya bahwa kami baik-baik saja.” Ismail bertanya, “Apa dia meninggalkan suatu pesan padamu?” Istrinya berkata, “Ya, ia memintaku untuk menyampaikan salam padamu dan menyuruhmu untuk memperkuat ambang pintu rumah.” Nabi Ismail kemudian berkata, “Dia itu ayahku, dan yang dimaksud ambang pintu itu adalah kamu. Beliau menyuruhku untuk mempertahankanmu (sebagai istri).”

Pelajaran Berharga dari Nabi Ismail

Pelajaran berharga dari kisah Nabi Ismail dalam Islam adalah tentang kesetiaan dan ketaatan kepada Allah. Nabi Ismail bersedia tunduk pada perintah Allah untuk dikorbankan oleh ayahnya Nabi Ibrahim, sebagai ujian iman. Namun, Allah kemudian menggantinya dengan seekor domba sebagai tanda pengganti.

Wallohu ‘Alam