Kisah Nabi Hud alaihissalaam

Keluarga Tsirwah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, dalam Al-Qur’an nama nabi Hud disebutkan sebanyak tujuh kali. Kisah mengenai nabi Hud dan kaumnya dapat disimak dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 25-72, Hud ayat 50-60, Al-Mu’minun ayat 31-41, Asy Syu’ara’ ayat 123-140, Fushilat ayat 15-16, Al-Ahqaf ayat 21-25, Adz Dzariyat ayat 41-42, An-Najm ayat 50-55, Al-Qomar ayat 18-22, Al-Haqqah ayat 6-8, dan Al-Fajr ayat 6-14.

Tempat Tinggal Kaum Hud

Kaum Hud berasal dari suku yang dikenal dengan nama ‘Ad bin Aush bin Sam bin Nuh. Mereka adalah bangsa Arab yang tinggal di pegunungan-pegunungan pasir di Yaman, tepatnya terletak di antara Oman dan Hadramaut, di kawasan sepanjang pantai bernama Syahar. Mereka biasanya tinggal di kemah yang memiliki tiang yang besar.

Kesombongan Kaum ‘Ad

Kaum ‘Ad merupakan bangsa pertama yang menyembah berhala setelah peristiwa banjir besar yang menimpa kaum nabi Nuh. Allah subhanahu wa ta’ala memberi mereka postur tubuh yang kekar dan kuat. 

Namun sayangnya dengan kelebihan yang dimiliki, mereka merasa sombong dan menyatakan bahwa merekalah yang paling kuat. Puncak kesombongannya adalah ketika mereka tidak beriman kepada Allah yang telah menciptakan mereka. 

Mereka pun menjadi penyembah berhala. Berhala yang mereka sembah ada tiga, yaitu: Shuda, Shamuda dan Hira.

Penentangan Kaum ‘Ad terhadap Nabi Nuh

Allah mengutus nabi Hud kepada mereka untuk berdakwah agar mereka meninggalkan kemusyrikan dan beribadah kepada Allah semata. Tetapi mereka menolak dakwah nabi Hud dengan alasan bahwa mereka tidak ingin meninggalkan apa yang telah diajarkan nenek moyang mereka, juga dengan alasan bahwa mereka tidak meyakini kebenaran risalah yang dibawa oleh nabi Hud sebelum beliau mendatangkan bukti kebenarannya, seraya mengancam bahwa tuhan-tuhan mereka akan mendatangkan kecelakaan kepadanya.

Nabi Hud pun menjawab tantangan mereka dengan menyatakan bara’ (berlepas diri) dari berhala yang mereka sembah dan meminta mereka membuktikan kalau berhala-berhala itu dapat menyakitinya secepat mungkin. Namun ternyata mereka dan berhala yang mereka sembah tidak dapat berbuat apa-apa terhadap nabi Hud. 

Maka, semakin jelaslah kesesatan mereka dan kebenaran risalah yang dibawa oleh nabi Hud. Kaum ‘Ad menolak seruan nabi Hud karena beliau hanya manusia biasa. 

Mereka menganggap bahwa seorang rasul semestinya bukan manusia seperti mereka. Namun hal tersebut langsung dibantah oleh nabi Hud sebagaimana Allah kisahkan dalam firman-Nya yang terdapat pada Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 63:

اَوَعَجِبْتُمْ اَنْ جَاۤءَكُمْ ذِكْرٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَلٰى رَجُلٍ مِّنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوْا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Artinya: “Apakah kamu (tidak percaya dan) heran bahwa telah datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu kepada seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu, agar kamu bertakwa, dan agar kamu mendapat rahmat?”

Nabi Hud terus meladeni setiap pengingkaran yang mereka lakukan dengan memberikan jawaban-jawaban yang halus namun tegas. Hingga akhirnya setelah berbagai cara dakwah telah dia lakukan dan argumen telah dia kemukakan dirasa tidak lagi berguna, maka nabi Hud mengancam mereka dengan azab Allah jika terus menolak dakwahnya. 

Nabi Hud pun berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar ditolong dalam menghadapi kaum yang mendustakannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minun ayat 39:

قَالَ رَبِّ انْصُرْنِيْ بِمَا كَذَّبُوْنِ

Artinya: “Dia (Hud) berdoa, Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka telah mendustakanku.”

Allah Menurunkan Azab kepada Kaum ‘Ad

Kaum nabi Hud masih saja menolak dakwah nabi mereka dan menampakkan kekufurannya. Maka Allah subhanahu wa ta’ala mulai menurunkan azab-Nya kepada kaum tersebut. Azab tersebut diawali dengan musim kering berkepanjangan selama tiga tahun.

Masyarakat pada saat itu, apabila mengalami kondisi yang genting, mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan kehormatan dan kemuliaan Baitullah. Oleh karena itu, diutuslah sejumlah orang dari kaum ‘Ad untuk pergi ke Baitullah dengan tujuan memohon kepada Allah agar diturunkan hujan. 

Ketika tiba di perbatasan kota Mekah, mereka singgah di kediaman Mu’awiyah bin Bakar. 

Mereka tinggal di kediamannya dengan berpesta khamar serta dihibur dengan biduan yang disediakan Mu’awiyah. 

Mereka lupa terhadap misi mereka sebenarnya, sehingga mereka tinggal di sana sebulan lamanya. Baru kemudian mereka sadar dan pergi meninggalkan kediaman Mu’awiyah menuju Masjidil Haram lalu berdoa dan memohon kepada Allah agar segera diturunkan hujan kepada kaumnya.

Kemudian Allah menjadikan tiga macam awan, ada yang putih, merah, dan hitam. Lalu ada seruan yang diarahkan kepada mereka untuk memilih awan mana yang mereka inginkan untuk kaumnya. 

Mereka memilih awan yang berwarna hitam dengan anggapan awan tersebut lebih banyak airnya. Lalu Allah menggiring awan hitam di atas kaum ‘Ad. Melihat hal itu mereka bergembira dan mengira bahwa permohonan mereka akan dikabulkan dan hujan akan segera turun.

Namun ternyata perkiraan mereka meleset total. Awan yang mereka kira bakal menurunkan hujan ternyata justru membawa angin yang membinasakan. Maka, alih-alih hujan yang akan turun membasahi bumi mereka, justru yang terjadi adalah badai angin dahsyat selama delapan hari berturut-turut sehingga membinasakan siapa saja yang menimpanya. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Qomar ayat 19:

اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا صَرْصَرًا فِيْ يَوْمِ نَحْسٍ مُّسْتَمِرٍّۙ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus-menerus.”

Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus. Kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk).

Angin yang menimpa kaum ‘Ad sangatlah dahsyat. Kekuatannya sangat besar dengan suhu yang sangat dingin. Angin tersebut selalu mengejar-ngejar kaum itu ke mana saja mereka berlindung. 

Bahkan sekalipun mereka berlindung di goa-goa, pegunungan, rumah, maupun istana-istana mereka yang kokoh, angin tersebut tetap terus mengejar dan membinasakan mereka. Kekuatan yang selama ini mereka sombongkan dibalas dengan kekuatan Allah berupa angin yang sangat dahsyat.

Pelajaran Berharga dari Kisah Nabi Hud

1. Mengajarkan tentang keberanian dalam menyampaikan kebenaran meskipun dihadapkan pada tantangan dan penolakan dari kaumnya.

2. Pentingnya bersyukur terhadap nikmat Allah dan menjauhi sikap sombong yang dapt membawa kehancuran.

3. Rasa tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan kebenaran di tengah masyarakat yang terjerumus dalam ketidakadilan dan kesesatan.  

Wallohu A’lam