Facebook
WhatsApp

Apa boleh jika kita memberikan kepala sapi untuk upah penyembelih di masjid tempat kurban?

Picture of Dewi Anggraeni

Dewi Anggraeni

Notifikasi
Nyalakan
guest
5 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar
NU Online
NU Online
Tamu
1 sebulan lalu

Menyembelih hewan kurban disunnahkan dilakukan oleh sendiri oleh orang yang berkurbannya, jika yang berkurban tersebut adalah seorang laki-laki dan bisa melakukannya dengan baik. Namun jika yang berkurban adalah perempuan, maka disunahkan untuk diwakilkan sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab sebagai berikut:

وَيُسَنُّ أَنْ يَذْبَحَ الْأُضْحِيَّةَ الرَّجُلُ بِنَفْسِهِ إنْ أَحْسَنَ الذَّبْحَ لِلِاتِّبَاعِ .أَمَّا الْمَرْأَةُ فَالسُّنَّةُ لَهَا أَنْ تُوَكِّلَ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ

Baca Juga:
Kriteria dan Ketentuan Hewan yang Bisa Dikurbankan

Artinya: Dan disunahkan laki-laki untuk memotong hewan kurbannya sendiri jika ia memang dapat melakukannya dengan baik karena mengikuti Rasulullah SAW. Adapun perempuan maka sunah baginya untuk mewakilkannya sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab al-Majmu’. (lihat, Muhammad Khatib asy-Syarbini, al-Iqnafi Halli Alfazhi Abi Syuja, Beirut-Dar al-Fikr, 1415 H, juz, II, halaman: 588)

Melihat kultur yang berkembang di masyarakat, ibadah kurban pada prosesinya suka disembelih oleh tukang jagal dan kadang dibentuk tim untuk mengurusi pembersihan, menguliti, mencincang, dan membuat paketan daging hewan kurban. Tukang jagal atau tim dalam hal ini suka diberi upah oleh orang yang berkurban, upah yang diberikannya pun biasanya daging hewan kurban tersebut. terkait hal ini, bagaimanakah hukum atas upah tersebut?

Hukum Upah dan Daging Kurban Sebagai Upah
Orang yang berkurban diperbolehkan memberi atau membayar upah kepada tukang jagal atau tim yang mengurusi hewan kurban. Namun kebolehan di sini, dibayar dengan harta yang lain bukan dengan daging hewan yang dikurbankan. Tetapi jika orang yang berkurban itu memberikan daging atau kulit hewan kurban kepada panitia kurban yang merangkap tim jagal dengan niat sedekah, maka pemberian itu tidak dilarang atau diperbolehkan.

Syekh M Ibrahim Al-Baijuri berpendapat, orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tim jagal dengan niat sebagai upah mereka. Kalau pemberian itu diniatkan sebagai sedekah atau hadiah untuk mereka, maka hal itu tidak masalah.

ـ (ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل

Artinya, “(Menjadikan [daging kurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika kurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).

Imam Nawawi juga mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam mazhab Syafi’i menyatakan bahwa menjual atau menjadikan upah hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya dilarang.

اتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi’i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

Dalam literatur yang lain juga menyebut bahwa tidak diperbolehkannya daging hewan kurban sebagai upah

وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ

“Haram menghilangkan atau menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadyu, dan haram pula memberi upah tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian hewan kurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berkurban dan yang ber-hadyu sebagaimana biaya memanen”. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, hlm. 545)

Landasan Dilarangnya Daging Kurban sebagai upah

Tidak diperbolehkannya daging kurban sebagai upah untuk tukang jagal atau yang lainnya, karena ibadah kurban adalah ibadah pengorbanan dengan mengeluarkan kurbannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga tidak boleh menarik kembali hewan tersebut untuk upah. Maka dari itu sebagian daging hewan kurban wajib dibagikan kepada sesama dan sebagiannya sunnah di makan oleh keluarga dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk).

وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ

“Karena ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya”
(Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, hlm. 545)

Dengan kata lain, jika orang yang berkurban mengambil daging atau kulit hewan kurbannya untuk diberikan kepada penjagal sebagai upahnya, maka ia sama saja menarik kembali hewan kurbannya. Karena ada bagian yang diambil untuk membayar penjagalnya. Padahal hewan kurban itu disembelih dalam rangka beribadah kepada Allah.

Resfie Zalnisa Razma
Resfie Zalnisa Razma
1 sebulan lalu

Menurut saya boleh ustadz namun kita juga sebagai manusia juga harus melihat lagi seberapa lelahnya seorang penyembelih kurban tersebut, dan sebaiknya disesuaikan dengan jasa yang telah dilakukan.

Resfie Zalnisa Razma
Resfie Zalnisa Razma
1 sebulan lalu

Dalam perspektif Islam, pemberian bagian tertentu dari hewan kurban, seperti kepala sapi, kepada penyembelih sebagai upah adalah masalah yang memiliki pandangan berbeda di kalangan ulama.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa memberikan bagian dari hewan kurban sebagai upah bagi penyembelih tidak diperbolehkan. Ini karena bagian-bagian dari hewan kurban seharusnya diberikan sebagai sedekah atau dimanfaatkan oleh orang yang berkurban. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menyembelih kurban, maka janganlah dia memberikan sedikit pun darinya kepada tukang sembelihnya sebagai upah. Tetapi berikanlah kepada tukang sembelihnya upah dari selain hewan kurban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa upah penyembelih harus diberikan dari harta selain dari hewan kurban itu sendiri. Sebagai alternatif, upah penyembelih dapat diberikan dalam bentuk uang atau sesuatu yang lain yang tidak berasal dari hewan kurban tersebut.

Namun, jika kepala sapi tersebut diberikan sebagai hadiah atau bagian dari sedekah setelah upahnya sudah ditetapkan dan diberikan dari harta yang lain, maka hal ini dianggap lebih baik dan diperbolehkan oleh sebagian ulama.

Kesimpulannya, lebih baik memberikan upah penyembelih dari sumber lain dan tidak dari bagian hewan kurban untuk menjaga kesucian dan kehormatan ibadah kurban.

Titik Suryanti
Titik Suryanti
1 sebulan lalu

Tidak diperbolehkannya daging kurban sebagai upah untuk tukang jagal atau yang lainnya, karena ibadah kurban adalah ibadah pengorbanan dengan mengeluarkan kurbannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga tidak boleh menarik kembali hewan tersebut untuk upah. Maka dari itu sebagian daging hewan kurban wajib dibagikan kepada sesama dan sebagiannya sunnah di makan oleh keluarga dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk).

وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ 

“Karena ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya” (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, hlm. 545)

Dengan kata lain, jika orang yang berkurban mengambil daging atau kulit hewan kurbannya untuk diberikan kepada penjagal sebagai upahnya, maka ia sama saja menarik kembali hewan kurbannya. Karena ada bagian yang diambil untuk membayar penjagalnya. Padahal hewan kurban itu disembelih dalam rangka beribadah kepada Allah.

Pembahasan Lainnya
5
0
Yuk Berpendapatx
()
x